Munakahat
Ada 3 istilah pernikahan
yakni an~nikah, az~zawaj dan wahabat. Kata nikah berarti himpunan atau
kumpulan. Jadi nikah berarti berhimpun
dua mahluk yang berbeda jenis. Kata
az~zawaj berarti pasangan . Kata lain
adalah wahabat, artinya memberikan atau menyerahkan diri, kata ini hanya diper
untukan untuk Rasulullah Saw, yang melukiskan kedatangan seorang perempuan yang
“menyerahkan dirinya” kepada Rasulullah untuk dinikahinya. Tujuan utama
pernikan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.
Pernikahan atau
perkawinan adalah salah satu sunnatullah.
Hukum perkawinan berlaku untuk mkhluk Allah : manusia, hewan dan
tumbuhan. Nikah berarti perjanjian
antara laki~laki dan perempuan untuk bersuami istri secara resmi.
Pernikahan ditetapkan
Allah untuk manusia yang disebut syariat.
Tujuannya manusia harus berketurunan, berkembang biak, membangun
masyarakat dan melestarikan jenis rasnya.
Allah menciptakan aturan pernikahan “ Kami jadikan kamu berada diatas
syariat peraturan dari urusan agama itu. Maka ikutilah Syariat itu” (Q.S , Al
Jatsiah, 18)
Menurut hukum islam ,
pernikahan hukumnya wajib, sunah , haram, mubah dan makruh.
Perbedaan hukum ini
tergantung pada kondisi orang yang hendak menikah.
1. Wajib bagi orang yang
mampu dan ia khawatir terjerumus dalam kemaksiatan.
2. Sunnah bagi orang yang
mampu secara fisik, mental dan ekonomi, tapi mampu pula menjaa
diri. Jika ingin menyegerakan menikah itu lebih baik.
3. Jaiz, artinya boleh
inilah asal mula hukum menikah.
4. Makruh bagi orang yang
belum mampu, tetapi memaksakan diri untuk menikah.
5. Haram bagi orang yang
menikah karena dorongan nafsu syahwat atau untuk mengelabui
orang lain.
Islam mengharamkan
seorang lelaki mukmin menikahi perempuan musyrik. Menurut Allah , ada ahli
kitab yang lurus (ummatan qa’imah) dan ada pula yang sesat. Seorang ahli Kitab
dianggap lurus jika ia memiliki syarat, antara lain :
1. Membaca ayat~ayat Allah dalam beberapa waktu di malam hari.
2. Bersujud (shalat)
3. Beriman kepada Allah dan
Hari Akhir.
4. Beramar ma’ruf nahyi
munkar.
5. Bersegera mengerjakan
kebajikan.
Sebelum menikah, kita
harus meminang atau disebut khitbah.
Rasulullah bersabda “ Seorang perempuan dinikahi karena 4 alasan :
kecantikannya, k eturunannya, hartanya, dan karena agamanya. Maka pilihlah yang
beragama, niscaya selamatlah dirimu. ( HR. Bukhari dan Muslim)”
Khitbah dilakukan oleh
lelaki kepada orang tua permpuan.Khitbah atau meminang berarti meminta izin
dari perempuan untuk menjadi istrinya.
Seorang perempuan boleh dipinang jika memenuhi dua syarat : tidak ada
halangan hukum yang melarangnyadan belum dipinang oleh orang lain.
Rasulullah saw bersabda :
Seorang muslim tidak boleh meminang pinangan saoudaranya sebelum
meninggalkannya. (HR. Ahmad dan Muslim)
Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam peminangan :
a. Peminangan hukumnya
sunnah.
b. Hanya bagian tubuh
tertentu yang halal dilihat,
yakni muka dan telapak tangan.
c. Calon suami boleh
bertanya untuk mengetahui sifat calon
istri, bukan untuk mengungkapkan
aibnya. Demikianlah pula sebaiknya.
d. Islam mengharamkan
berkhalwat lelaki perempuan
yang belum sah menikah.
Rukun dan Syarat Nikah
:
a.Calon suami dan Istri. Syarat Calon Suami
: Islam atau beriman,
bukan mahram, tidak sedang ihran,
dan tidak dipaksa.
Syarat calon istri
: agama Islam, atau ahli kitab
yang qa’imah, bukan mahram, tidak bersuami,
atau tidak dalam masa idah, tidak terpaksa,dan tidak sedang
ihram.
b.Mahar
(maskawin), yakni pemberian dari calon suami untuk calon istri.
Mahar diserahkan ketika akad nikah
(ijab-kabul).
c.Wali adalah pihak
yang menikahkan, misalnya
ayah kandung. Syaratnya
: Islam, dewasa (sudah balig),
orang yang saleh,
dan bersikap adil.
d. Saksi adalah orang
yang menyaksikan jalannya akad nikah Jumlahnya dua orang.
Syaratnya : Islam, dewasa
(sudah balig),
orang yang saleh,
dan bersikap adil.
e. Ijab Kabul (akad nikah)
adalah serah terima pernikahan dari wali perempuan kepada calon suami.
Ijab adalah ucapan wali,
isinya : pernyataan bahwa wali menikahkan anaknya.
Wali merupakan salah satu penentu sah-tidaknya pernikahan dan pernikahan dianggap sah bila tidak dilakukan oleh walinya.
Wali nikah dibagi dua,
yaitu wali nasab dan
hakim. Wali nasab adalah wali
yang memiliki pertalian darah atau termasuk karib-kerabat calon istri misalnya,
ayah kandung ; kakek dari pihak
ayah ; saudara lelaki seibu-seayah;
dll.
Wali
hakim adalah wali
yang diangkat calon istri jika wali nasab tidak ada atau berhalangan hadir.
Wewenangnya diberikan wali nasab calon istri.
Pemberian wewenang harus diperkuat surat kuasa didasarkan pada Peraturan Mentri
Agama No. 1/1952 yang diedarkan Biro Peradilan
Agama No. B/4/173 pada 21 Juli
1956. Menurut Permenag ini,
pihak yang bertindak sebagai wali
hakim adalah badan
yang ditunjuk oleh pemerintah,
yakni Kantor Urusan
Agama (KUA).
Mahram artinya orang yang diharamkan. Perempuan Mahram artinya perempuan
yang haram dinikahi.
Tiga penyebab adanya mahram yaitu nasab (keturunan), pernikahan,
dan susuan
(ar-radhaa’ah).
Tujuh perempuan mahram karena hubungan nasab
(keturunan), yaitu
:
1)Ibu kandung
;
2)Anak perempuan kandung
:
3)Saudara perempuan kandung
(kakak atau adik)
;
4)Bibi dari pihak
ayah ;
5)Bibi dari pihak ibu
;
6)Anak perempuan saudara lelaki
;
7)Anak perempuan saudara perempuan.
Empat perempuan mahram hubungan pernikahan,
yaitu ibu istri
(mertua),termasuk nenek dari pihak ibu;
anak tiri perempuan
yang ibunya dinikahi;
istri anak kandung
(menantu), dan ibu tiri.
Perempuan mahram karena hubungan susuan,
yaitu ibu susuan,
saudara susu perempuan,
dan ibu dari ibu susuan,
saudara perempuan ibu susuan,
dan cucu dari ibu susuan.
Kewajiban
yang harus dilakukan suami
a.Memberi nafkah.
b.Bergaul dengan anggota keluarga dengan baik
: bertanggungjawab dan lemah lembut.
c.Memberi pendidikan
yang cukup dan terarah bagi anggota keluarga.
d.Menjaga harkat,
harga diri,
dan rahasia atau kelemahan istri.
Kewajiban istri
a.Mematuhi seruan suami
yang sesuai dengan
Al Quran dan as Sunnah.
b.Menjaga kehormatan diri,
harta, dan nama baik suami saat tidak ada dirumah.
c.Menutup aurat jika bertemu dengan lelaki
non-mahram.
d.Merawat anak-anaknya dengan penuh kasih sayang.
e.Mendidik anak-anaknya tentang berbagai sifat mulia,
misalnya beriman kepada
Allah dan tidak mempersekutukanNya,
syukur, sabar,
tawakal, ihsan,
rendah hati,
dan salat.