Senin, 21 Oktober 2013


Munakahat
 
Ada 3 istilah pernikahan yakni an~nikah, az~zawaj dan wahabat. Kata nikah berarti himpunan atau kumpulan.  Jadi nikah berarti berhimpun dua mahluk yang berbeda jenis.  Kata az~zawaj  berarti pasangan . Kata lain adalah wahabat, artinya memberikan atau menyerahkan diri, kata ini hanya diper untukan untuk Rasulullah Saw, yang melukiskan kedatangan seorang perempuan yang “menyerahkan dirinya” kepada Rasulullah untuk dinikahinya. Tujuan utama pernikan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.
Pernikahan atau perkawinan adalah salah satu sunnatullah.  Hukum perkawinan berlaku untuk mkhluk Allah : manusia, hewan dan tumbuhan.  Nikah berarti perjanjian antara laki~laki dan perempuan untuk bersuami istri secara resmi.
  Pernikahan ditetapkan Allah untuk manusia yang disebut syariat.  Tujuannya manusia harus berketurunan, berkembang biak, membangun masyarakat dan melestarikan jenis rasnya.  Allah menciptakan aturan pernikahan “ Kami jadikan kamu berada diatas syariat peraturan dari urusan agama itu. Maka ikutilah Syariat itu” (Q.S , Al Jatsiah, 18) 
 
 
Menurut hukum islam , pernikahan hukumnya wajib, sunah , haram, mubah dan makruh.
  Perbedaan hukum ini tergantung pada kondisi orang yang hendak menikah.
1.  Wajib bagi orang yang mampu dan ia khawatir terjerumus dalam   kemaksiatan.
2.  Sunnah bagi orang yang mampu secara fisik, mental dan ekonomi,   tapi mampu pula menjaa diri. Jika ingin menyegerakan menikah   itu lebih baik.
3.  Jaiz, artinya boleh inilah asal mula hukum menikah.
4.  Makruh bagi orang yang belum mampu, tetapi memaksakan diri   untuk menikah.
5.  Haram bagi orang yang menikah karena dorongan nafsu syahwat   atau untuk mengelabui orang lain.

Islam mengharamkan seorang lelaki mukmin menikahi perempuan musyrik. Menurut Allah , ada ahli kitab yang lurus (ummatan qa’imah) dan ada pula yang sesat. Seorang ahli Kitab dianggap lurus jika ia memiliki syarat, antara lain :
1.  Membaca ayat~ayat  Allah dalam beberapa waktu di malam hari.
2.  Bersujud (shalat)
3.  Beriman kepada Allah dan Hari Akhir.
4.  Beramar ma’ruf nahyi munkar.
5.  Bersegera mengerjakan kebajikan.
 
  Sebelum menikah, kita harus meminang  atau disebut khitbah. Rasulullah bersabda “ Seorang perempuan dinikahi karena 4 alasan : kecantikannya, k eturunannya, hartanya, dan karena agamanya. Maka pilihlah yang beragama, niscaya selamatlah dirimu. ( HR. Bukhari dan Muslim)”
  Khitbah dilakukan oleh lelaki kepada orang tua permpuan.Khitbah atau meminang berarti meminta izin dari perempuan untuk menjadi istrinya.  Seorang perempuan boleh dipinang jika memenuhi dua syarat : tidak ada halangan hukum yang melarangnyadan belum dipinang oleh orang lain.
  Rasulullah saw bersabda : Seorang muslim tidak boleh meminang pinangan saoudaranya sebelum meninggalkannya. (HR. Ahmad dan Muslim)
 
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam peminangan :
a.  Peminangan hukumnya sunnah.
b.  Hanya bagian tubuh tertentu yang halal   dilihat, yakni muka dan telapak tangan.
c.  Calon suami boleh bertanya untuk    mengetahui sifat calon istri, bukan untuk   mengungkapkan aibnya. Demikianlah pula   sebaiknya.
d.  Islam mengharamkan berkhalwat lelaki   perempuan yang belum sah menikah.
 
 
Rukun dan Syarat Nikah :
a.Calon suami dan Istri. Syarat Calon Suami : Islam atau beriman, bukan mahram, tidak sedang ihran, dan tidak dipaksa. Syarat calon istri : agama Islam, atau ahli kitab yang qa’imah, bukan mahram, tidak bersuami, atau tidak dalam masa idah, tidak terpaksa,dan tidak sedang ihram.
b.Mahar (maskawin), yakni pemberian dari calon suami untuk calon istri. Mahar diserahkan ketika akad nikah (ijab-kabul).
c.Wali adalah pihak yang menikahkan, misalnya ayah kandung. Syaratnya : Islam, dewasa (sudah balig), orang yang saleh, dan bersikap adil.
 
d.   Saksi adalah orang yang menyaksikan jalannya akad nikah Jumlahnya dua orang. Syaratnya : Islam, dewasa (sudah balig), orang yang saleh, dan bersikap adil.
e.   Ijab Kabul (akad nikah) adalah serah terima pernikahan dari wali perempuan kepada calon suami. Ijab adalah ucapan wali, isinya : pernyataan bahwa wali menikahkan anaknya. Wali merupakan salah satu penentu sah-tidaknya pernikahan dan pernikahan dianggap sah bila tidak dilakukan oleh walinya.
 
Wali nikah dibagi dua, yaitu wali nasab dan hakim. Wali nasab adalah wali yang memiliki pertalian darah atau termasuk karib-kerabat calon istri misalnya, ayah kandung ; kakek dari pihak ayah ; saudara lelaki seibu-seayah; dll.
  Wali hakim adalah wali yang diangkat calon istri jika wali nasab tidak ada atau berhalangan hadir. Wewenangnya diberikan wali nasab calon istri. Pemberian wewenang harus diperkuat surat kuasa didasarkan pada Peraturan Mentri Agama No. 1/1952 yang diedarkan Biro Peradilan Agama No. B/4/173 pada 21 Juli 1956. Menurut Permenag ini, pihak yang bertindak sebagai wali hakim adalah badan yang ditunjuk oleh pemerintah, yakni Kantor Urusan Agama (KUA).
 
Mahram artinya orang yang diharamkan. Perempuan Mahram artinya perempuan yang haram dinikahi. Tiga penyebab adanya mahram yaitu nasab (keturunan), pernikahan, dan susuan (ar-radhaa’ah)
 
Tujuh perempuan mahram karena hubungan nasab (keturunan), yaitu :
1)Ibu kandung ;
2)Anak perempuan kandung :
3)Saudara perempuan kandung (kakak atau adik) ;
4)Bibi dari pihak ayah ;
5)Bibi dari pihak ibu ;
6)Anak perempuan saudara lelaki ;
7)Anak perempuan saudara perempuan.
  Empat perempuan mahram hubungan pernikahan, yaitu ibu istri (mertua),termasuk nenek dari pihak ibu; anak tiri perempuan yang ibunya dinikahi; istri anak kandung (menantu), dan ibu tiri.
  Perempuan mahram karena hubungan susuan, yaitu ibu susuan, saudara susu perempuan, dan ibu dari ibu susuan, saudara perempuan ibu susuan, dan cucu dari ibu susuan.
 

Kewajiban yang harus dilakukan suami
a.Memberi nafkah.
b.Bergaul dengan anggota keluarga dengan baik : bertanggungjawab dan lemah lembut.
c.Memberi pendidikan yang cukup dan terarah bagi anggota keluarga.
d.Menjaga harkat, harga diri, dan rahasia atau kelemahan istri.
Kewajiban istri
a.Mematuhi seruan suami yang sesuai dengan Al Quran dan as Sunnah.
b.Menjaga kehormatan diri, harta, dan nama baik suami saat tidak ada dirumah.
c.Menutup aurat jika bertemu dengan lelaki non-mahram.
d.Merawat anak-anaknya dengan penuh kasih sayang.
e.Mendidik anak-anaknya tentang berbagai sifat mulia, misalnya beriman kepada Allah dan tidak mempersekutukanNya, syukur, sabar, tawakal, ihsan, rendah hati, dan salat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar