Tidak tahu diuntung........! Heru berselingkuh, minggat dan kawin lagi. Pengorbanan Mbak Sri disia-siakan, dibalas dengan pengkhianatan, air susu dibalas dengan air tuba.
Mbak Sri yang saya kenal adalah anak purnawirawan seorang polisi berpangkat kolonel. Sejak kecil ia punya bakat melukis, cekatan dan pandai bergaul. Setelah tamat SMA, masuk perguruan tinggi dan bekerja.
Sunnatullah berlaku untuk semua makhluk ciptaan Tuhan. "Dijadikan indah pada pandangan manusia yaitu kecintaan kepada apa-apa yang dingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yg baik". (QS 3 :14) . Laki-laki mencintai wanita dan wanita mencintai laki-laki. Mbak Sri jatuh cinta pada Heru kawan kuliahnya, begitu juga Heru. Dan berlanjutlah kedua manusia yang sedang jatuh cinta itu sampai kejenjang pernikahan.
Satu bulan, dua bulan sampai empat bulan pasca pernikahan, masing-masing masih mengikuti perkuliahan dengan disiplin. Rutinitas Mbak Sri masih berjalan seperti biasa, kuliah sambil bekerja. Pada bulan kelima, Heru mengalami kesulitan keuangan. Pasalnya, orangtua tidak lagi memberikan biaya kuliah, karena dianggap sudah mampu hidup sendiri, apalagi sudah hidup berumahtangga. Semula Heru tidak ingin menceritakan keadaannya. Tetapi dari raut mukanya terbaca jelas, Heru punya problem. Dan Mbak Sri mendesak untuk menjelaskannya.
Berhari-hari Mbak Sri memikirkan apa yang dialami oleh suaminya. Dia berusaha mencari solusi. Tidak mungkin kedua suami istri itu terus bisa kuliah, darimana biayanya? Dalam hatinya ada gejolak. Disisi lain, memikirkan bagaimana nasib Heru sebagai kepala rumahtangga. Bagaimanapun juga Heru adalah suami yang diharapkan menjadi tulangpunggung rumahtangga, kelak akan menjadi penanggungjawab keluarga, mencari nafkah untuk keluarga. "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka." (QS 4: 34).
Mbak Sri berketetapan, Heru harus terus bisa melanjutkan kuliahnya, demi masa depan keluarga. Sebagai konsekuensinya, Mbak Sri harus mampu menanggulangi seluruh biaya hidupnya, untuk kuliah suaminya dan untuk keperluan rumahtangganya. Maka diputuskanlah untuk tidak meneruskan kuliah, dan memfokuskan pada pekerjaan, supaya gajinya bisa bertambah besar. Dengan begitu, Mbak Sri telah mengambil alih peran orangtua Heru, sekaligus peran Heru sendiri, yakni membiayai seluruh keperluan Heru dan membiayai seluruh keperluan rumahtangga.
Mulanya Heru merasa malu pada diri sendiri "Masa sih... hidup nebeng dengan istri", katanya dalam hati. Tetapi Mbak Sri terus memberi semangat, dan meminta jangan hiraukan kata hatinya. Sehingga lama kelamaan rasa mindernya itu menjadi sirna. Mulailah tumbuh semangat dan tekad untuk menyelesaikan kuliah tepat waktu dan memperoleh nilai tinggi. Dia berjanji tidak akan menyia-nyiakan pengorbanan istrinya. Dan benar, kuliahnya selesai tepat waktu,dengan hasil yang memuaskan.
Kedua suami istri itu bersyukur kepada Allah, karena sangat senang dikaruniai anak wanita yang cantik. Pengorbanan istri tidak sia-sia, suami sudah lulus mendapat gelar sarjana. Kegembiraan itu menjadi lengkap, karena setelah lulus langsung mendapat pekerjaan yang menjanjikan masa depan di sebuah perusahaan swasta.
Sebagai pegawai yang masih baru, tentu dituntut punya dedikasi yang tinggi. Setidaknya harus disiplin, tepat waktu, brangkat lebih awal dan pulang agak akhir. Bahkan saking semangatnya, kadang tidak sempat sarapan dirumah. Mbak Sri memakluminya, sehingga ia pun ikut berangkat bersama.
"Sri, sekarang kamu tidak usah bekerja !" kata Heru pada saat berangkat bersama di dalam mobil. "Aku akan diangkat menjadi salah seorang manajer, aku rasa gajinya sudah cukup untuk kebutuhan kita", tambahnya.
"Alhamdulillah, kalau Mas diangkat menjadi manajer. Demi rumahtangga kita dan anak kita, aku ikut saja apa kata Mas. Tapi aku harus menyiapkan dulu surat pengunduran diri ke perusahaan." Jawab Mbak Sri sebagai istri yang patuh kepada suami.
Mbak Sri merasa apa yang ditanam mulai berbuah, suami sudah mendapat penghasilan dari pekerjaannya. Mbak Sri rela melepas penghasilannya yang selama ini menjadi tulang punggung kehidupan keluarga. Dia lebih memilih taqdirnya sebagai ibu rumahtangga. Rutinitas pekerjaan rumahtangga sudah mulai akrab dengannya, membuka pintu keluar pada saat suami berangkat dan membuka pintu masuk pada saat suami datang.
Pekerjaan ibu rumahtangga, mungkin selama ini dipandang sebagai pekerjaan yang biasa-biasa saja, ternyata tidak seperti yang dibayangkan. Mbak Sri merasakan, kalau diberi pilihan, mungkin semua ibu rumahtangga akan memilih bekerja dikantor daripada bekerja sebagai ibu rumahtangga, berat dan melelahkan. Ali bin Abi Thalib, pernah menangis setelah melihat apa yang dikerjakan oleh Fatimah di rumah, sehingga beliau tidak segan-segan terjun langsung membantunya.
Sore itu, Mbak Sri sudah siap di depan pintu. Biasanya pada jam 18:00, Heru sudah pulang. Ini kali lebih seperempat jam baru tiba. Belum sempat Mbak Sri bertanya, Heru sudah menjelaskan kalau jalanan lagi macet. Mbak Sri memakluminya, yah..... kalau gak macet bukan Jakarta namanya. Besoknya, Heru pulang seperti biasa, telat pada waktunya. Tetapi tiga hari berikutnya, telat sampai satu jam. Besoknya telat lagi, telat lagi, telat lagi...
Biasa, wanita mana yang tidak curiga. Kecurigaan atas dasar tanda-tanda itu soal lumrah. Tapi bagi perempuan, ada satu hal yang tidak bisa dihalang-halangi, yaitu "indar keenam", berupa perasaan. Boleh saja perempuan mengiyakan kata dan alasan suami, tetapi perasaannya belum tentu membenarkan. Dalam hal perasaan memang Allah melebihkan kaum Hawa dibandingkan kaum Adam. Ada yang mengatakan perasaan peerempuan itu sembilan, dan perasaan laki-laki satu, sembilan dibanding satu. Dengan perasaan itulah, Mbak Sri menyelidik dan menjaring informasi. Benar, Heru berselingkuh dengan wanita lain.
Bagai tanaman padi yang diterjang banjir. Kalau hanya sehari dua hari, mungkin masih bisa diharapkan hidup dan menghasilkan padi. Tetapi kalau sampai satu minggu, sudah tidak ada harapan panen. Ternyata hubungan Heru dengan perempuan lain itu sudah terjalin cukup lama. Ketika Mbak Sri mencoba untuk menyadarkannya, justru Heru lebih memilih kabur dan minggat bersama pasangan selingkuhannya. Sunggu sangat biadab manusia seperti Heru, tidak tahu berterimakasih. Makan diberikan, uang diberikan, fasilitas diberikan, kehormatan tubuh wanita diberikan, giliran dapat nikmat dibawa minggat.
Apa boleh buat. Yang diharap tidak dapat, yang dibenci malah datang. Itulah keputusan Allah, yang kadang tidak sesuai dengan keinginan kita. Dan itu pula yang terbaik menurut Allah. Mbak Sri tidak putus harapan. Sudah terbiasa hidup mandiri, sudah terbiasa menanggung seluruh keperluan hidupnya. Dengan penuh kesabaran, dijalaninya hidup inidengan optimisme. Untung ditempat kerjanya dulu masih membuka kesempatan untuk Mbak Sri. Mulailah Mbak Sri bekerja kembali, dan ditempat itu bertemu jodoh yang serasi.
Pelajaran buat kaum Hawa, Jangan karena terlalu cinta, kemudian mau berkorban apa saja demi yang dicintai. Berkorbanlah demi cinta memang sebuah keharusan, tetapi menggantungkan harapan kepada orang yang dicintai secara totalitas adalah sebuah kenaifan. Berfikir positif harus, tetapi tidak ada salahnya punya praduga demi kewaspadaan. Cobalah renungkan, hari ini mungkin dia mencintai, siapa tau besok atau lusa dia berpaling. Kepadanya kita berharap, nyatanya dia minggat. Harapan yang sesungguhnya hanyalah kepada Allah SWT.
Sumber : Buku "Ada Apa dengan Wanita" - H. Jefri Al Bukhori bin H. Ismail Modal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar